Jumat, 30 September 2011

Dewasa ini masyarakat kita dalam menyambut dan merayakan iedul fitri banyak
yang menyimpang, mulai dari mulai takbir sampai hal-hal yang dilakukan
ketika bulan syawal.
Sebagian masyarakat kita ketika iedul fitri datang ke kuburan untuk
'berterima kasih' dan sowan kepada 'para leluhur' atau yang dianggap
wali/kiyai karena telah mampu sebulan penuh berpuasa (bukan untuk
tadzkiratul maut). Sebagian lagi datang ke tempat-tempat keramat yang
diyakini ada 'yang mbaurekso' guna sowan setelah berpuasa. Sebagian
masyarakat kita, terlebih kawula mudanya, ketika bulan syawal banyak yang
menggunakannya -atau mengharuskannya-- untuk pesiar. Tidak jarang mereka
ke tempat hiburan, nonton konser musik, berjoget dsb. Sering kita jumpai
muda-mudi lain jenis yang pergi berdua untuk tamasya ketika bulan syawal.
Ragam kemaksiatan itu nampak mementahkan pembinaan sebulan penuh ketika
melaksanakan shaum dan ragam ibadah lainnya didalam bulan ramadhan.
Ragam penyimpangan diatas tidaklah diragukan keburukannya. Berikut ini
beberapa tanya jawab fiqhiyyah yang berhubungan dengan iedul fitri.
Diambil dari buku "Sudah Benarkah Ibadah Anda" oleh Ibnu Husnunuri dan buku
"Risalah Ramadhan" oleh Syaikh Jaarullah.


T: Tanya
J: Jawab

T: Bagaimana hukum shalat ied di mushalla (tanah lapang yang digunakan
untuk shalat)?
J: Hukumnya adalah sunnah. Rasulullah Shalallahu'alaihi wassalam biasa
melaksanakan shalat ied di tanah lapang yang diistilahkan mushalla (tempat
shalat).
Beberapa riwayat menjelaskan tentang hal ini:
Dari Abu Sa'id Al Khudri ra, dia berkata: "Rasulullah Shalallahu'alaihi
wassalam keluar (untuk shalat) pada hari raya iedul fithri dan iedul Adha
ke mushalla..."(HR Bukhari 2/259-260; Muslim 3/20 dll.)

Mushalla yang dimaksud bukanlah bangunan masjid. Hadits berikut lebih
menegaskan shalat di mushalla (lapangan tempat shalat):

Dari Abdullah bin Umar ra, dia berkata:
"Rasulullah Shalallahu'alaihi wassalam berpagi-pagi (pergi) ke mushalla
pada hari raya, sedang tongkat dibawa didepan beliau, maka ketika sampai di
mushalla tongkat tersebut ditancapkan didepan beliau, lalu beliau shalat
menghadapnya. Hal itu karena sesungguhnya mushalla adalah tanah lapang
yang tidak ada sesuatupun yang menutupinya" (HR Bukhari 1/354; Muslim 2/55
dll).

Imam Al Baghawi dalam "Syarhussunnah" 3/294 berkata,"Sunnah bagi imam untuk
keluar shalat pada dua hari raya (di mushalla) kecuali ada udzur, maka
boleh shalat ied di masjid"

T: Apa hukum mengeluarkan mimbar ke tanah lapang untuk khutbah pada hari raya?
J: Hukumnya adalah bid'ah. Ibnul Qayyim Al Jauzi dalam "Zaadul Ma'ad"
1/447 berkata:
"Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya mimbar tidak boleh
dikeluarkan dari masjid. Adapun orang yang pertama kali mengeluarkan
mimbar dari masjid (untuk khutbah hari raya) adalah Marwan bin Hakam, maka
dia diingkari (oleh para shahabat)".
Kisah mengeluarkan mimbar ini yang kemudian diingkari oleh para shahabat
(yang dijadikan dalil bid'ahnya mimbar pada waktu khutbah hari raya), serta
riwayat tentang Rasulullah Shalallahu'alaihi wassalam yang berkhutbah tanpa
mimbar terdapat dalam hadits panjang riwayat Bukhari 2/374; Muslim no 889;
Abu Dawud 1140 dan Ibnu Majah 1275.

T: Apa hukum makan dan minum sebelum keluar untuk shalat iedul Fitri?
J: Hukumnya adalah sunnah.
Dari Anas bin Malik ra, dia berkata:
"Sesungguhnya Nabi Shalallahu'alaihi wassalam sarapan pagi dengan beberapa
butir kurma pada hari iedul fitri sebelum beliau keluar ke mushalla" (HR
Bukhari dalam "Al 'Iedain"; Tirmidzi 543; Ahmad 4/12270 dan 13426 dll)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar