kebiasaan masyarakat yang cenderung cepat menyimpulkan. “Selain itu, siswa juga mulai tidak terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar,” kata Taufik kepada Tempo di ruang kerjanya tadi malam.
Tak hanya SMP, nilai ujian nasional SD dan SMA juga rendah untuk mata ujian Bahasa Indonesia. Dari tahun ke tahun, kecenderungan nilai Bahasa Indonesia selalu menjadi yang terendah dibanding mata ujian lain. Taufik mencontohkan, nilai rata-rata Bahasa Indonesia tingkat SMA tahun lalu di DKI hanya 6,8, sedangkan nilai IPA 7,59. Tahun 2011, rata-rata nilai Bahasa Indonesia 6,83, sedangkan nilai IPA 7,89. “Bahkan dibanding pelajaran Matematika, jumlah siswa yang mendapat nilai sempurna 10 jauh berbeda,” jelas Taufik.
Tahun ini, untuk mata ujian Matematika, sebanyak 789 siswa SMA mendapat nilai 10, sedangkan Bahasa Indonesia hanya 1 orang. “Ini bukan karena soalnya sulit, tetapi memang siswa sekarang punya kecenderungan cepat menyimpulkan tanpa membaca dan memahami jawaban secara lebih detail,” katanya.
Tak hanya SMP, nilai ujian nasional SD dan SMA juga rendah untuk mata ujian Bahasa Indonesia. Dari tahun ke tahun, kecenderungan nilai Bahasa Indonesia selalu menjadi yang terendah dibanding mata ujian lain. Taufik mencontohkan, nilai rata-rata Bahasa Indonesia tingkat SMA tahun lalu di DKI hanya 6,8, sedangkan nilai IPA 7,59. Tahun 2011, rata-rata nilai Bahasa Indonesia 6,83, sedangkan nilai IPA 7,89. “Bahkan dibanding pelajaran Matematika, jumlah siswa yang mendapat nilai sempurna 10 jauh berbeda,” jelas Taufik.
Tahun ini, untuk mata ujian Matematika, sebanyak 789 siswa SMA mendapat nilai 10, sedangkan Bahasa Indonesia hanya 1 orang. “Ini bukan karena soalnya sulit, tetapi memang siswa sekarang punya kecenderungan cepat menyimpulkan tanpa membaca dan memahami jawaban secara lebih detail,” katanya.
Menurut Taufik, banyak faktor yang menyebabkan rendahnya nilai Bahasa Indonesia, bukan karena guru dan mutu pendidikannya. “Yang utama itu masyarakat dan keluarga, sebab kemampuan Bahasa Indonesia itu lahir dari kebiasaan,” ujarnya.
Meski begitu, Dinas Pendidikan tidak akan tinggal diam. “Kami akan minta sekolah dan guru mengembangkan pola pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah,” ujarnya. Pengembangan pola ajar ini, menurut dia, bisa efektif jika guru berhasil menarik minat siswa untuk lebih mencintai pelajaran Bahasa Indonesia.
Perbaikan pola ajar ini, kata Taufik, terbukti pernah berhasil diterapkan dalam menaikkan kemampuan dan nilai siswa terhadap pelajaran Matematika. “Dulu Matematika selalu menjadi momok, sekarang semakin banyak siswa mendapat nilai 10 untuk Matematika,” katanya.
Dinas Pendidikan juga akan meminta sekolah mendorong guru Bahasa Indonesia di tiap sekolah untuk mengembangkan kemampuan mengajar. Motivasi dan semangat guru untuk memperbaiki diri dan mengembangkan pola ajar akan sangat membantu perbaikan nilai Bahasa Indonesia. “Bahasa Indonesia itu akan menarik kalau disampaikan dengan pola dan metode yang sesuai dengan perkembangan anak didik sekarang,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar